5 Contoh Cerpen Pendidikan Meliputi Jenis-Jenis, Ciri-Ciri, dan Strukturnya [ LENGKAP ]
Table of Contents
Pengertian Cerpen: Struktur, Ciri-Ciri, dan Unsur-Unsur Cerpen Via: kampoengartikel.web.id |
Pengertian Cerpen
Cerita
pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa
naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada
tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti
novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya,
cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra
seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas
dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam
berbagai jenis.
Cerita
pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat
yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi
penceritaan lisan. Dengan munculnya novel yang realistis, cerita pendek
berkembang sebagai sebuah miniatur, dengan contoh-contoh dalam
cerita-cerita karya E.T.A. Hoffmann dan Anton Chekhov.
Pengertian Cerpen Menurut Para Ahli
Ada beberapa pengertian cerpen menurut para ahli yang diantaranya yaitu:
Menurut Nugroho Notosusanto Dalam Tarigan
Cerpen
merupakan kisah cerita pendek mulai dari 5000 kata-kata atau
memperkirakan 17 pp kuarto spasi ganda dan berpusat pada dirinya
sendiri.
Menurut Hendy
Cerita pendek merupakan sebuah cerita pendek yang berisi narasi tungal.
Menurut J.S Badudu
Cerpen
merupakan cerita yang menjurus dan kosentrasi yang berpusat pada satu
peristiwa yaitu peristiwa yang menumbuhkan peristiwa itu sendiri.
Menurut Sumardjo
Fiksi
cerita pendek atau tidak benar-benar terjadi tetapi bisa terjadi kapan
saja dan dimana saja dimana cerita ini relatif singkat.
Menurut KBBI
Cerita
pendek berasal dari dua kata yang berarti pidato yang ialah kisah
tentang bagaimana dan cerita pendek berarti pendek “tidak lebih dari
10.000 kata” yang memberikan kesan dominan dan berkonsentrasi hanya pada
satu tokoh saja dalam cerita, menurut dia tidak ada cerita pendek
hingga 100 halaman.
Menurut Allan Poe Dalam Nurgiyantoro Dalam Regina Bernadette
Cerita
pendek diartikan sebagai bacaan singkat yang dapat dibaca sekali duduk
dalam waktu setengah sampai dua jam, genrenya memiliki efek tunggal,
karakter, plot dan setting yang terbatas, tidak beragam dan tidak
kompleks “pengarang cerpen tidak melukiskan seluk beluk kehidupan
tokohnya secara menyeluruh, melainkan hanya menampilkan bagian-bagian
penting kehidupan tokoh yang berfungsi untuk mendukung cerita tersebut
yang juga bertujuan untuk menghemat penulisan cerita karena terbatasnya
ruang yang ada.
Ciri-Ciri Cerpen
Dengan
membaca penjelasan cerpen seperti yang ada diatas, dapat disimpulkan
bahwa dengan telah menguraikan didapatkan ciri-ciri cerpen sebagai
berikut :
- Alurnya lebih sederhana.
- Tokohnya hanya sedikit.
- Latar hanta dilukiskan sesaat dan dalam lingkup yang relatif terbatas.
- Terdiri atas 3 halaman sampai 10 halaman.
- Habis dibaca dalam sekali duduk.
- Hanya ada satu plot atau alur.
- Watak dan tokoh diterangkan atau diceritakan secara singkat.
- Banyaknya tokoh terbatas atau kurang.
Unsur-Unsur Cerpen
Secara
Umum, terdapat dua unsur penting di dalam suatu cerita pendek, yaitu
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Berikut penjelasan singkatnya:
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik cerpen
adalah unsur pembentuk cerpen yang berasal dari dalam cerpen itu
sendiri. Beberapa hal yang termasuk di dalam unsur instrinsik adalah:
- Tema, yaitu gagasan utama di dalam suatu cerpen.
- Alur/ Plot, yaitu jalan cerita di dalam cerpen.
- Latar/ Setting, yaitu berhubungan dengan dengan tempat, waktu, dan suasana di dalam cerpen.
- Tokoh, yaitu pelaku di dalam cerpen.
- Penokohan, yaitu pemberian sifat dan watak tokoh dalam cerpen.
- Sudut Pandang, yaitu cara padang penulis cerpen dalam melihat peristiwa di dalam cerpen.
- Gaya Bahasa, yaitu cara penulis menyampaikan cerita di dalam cerpen. Misalnya menggunakan diksi dan majas.
- Amanat/ Pesan, pesan moral yang ingin disampaikan penulis cerpen kepada pembaca atau pendengar.
2. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik cerpen adalah unsur pembentuk cerpen yang berasal dari luar. Beberapa yang termasuk di dalam unsur ekstrinsik adalah:
- Latar Belakang Masyarakat, yaitu hal-hal yang mempengaruhi alur cerita dalam cerpen, misalnya; ideologi, kondisi politik, sosial, dan ekonomi masyarakat.
- Latar Belakang Pengarang, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan pemahaman dan motivasi penulis cerpen dalam membuat tulisannya, misalnya; aliran sastra, kondisi psikologis, biografi.
- Nilai yang Terkandung dalam Cerpen, yaitu nilai-nilai yang terdapat di dalam suatu cerpen (nilai agama, sosial, budaya, moral).
Daftar Artikel Lainnya:
- Kalimat Efektif : Pengertian, Ciri-Ciri, Syarat, dan 30 Contoh Kalimat Efektif [LENGKAP]
- Pengertian SLOGAN Meliputi Ciri, Macam, Tujuan, Contoh (+Gambarnya)
- Pengertian POSTER Meliputi Ciri, Macam, Fungsi, Syarat, & Contoh Gambarnya (Lengkap)
- Pengertian BROSUR Meliputi Fungsi, Tujuan, Ciri-ciri dan Contoh Gambarnya [ LENGKAP ]
Fungsi Sastra Dalam Cerpen
Beberapa fungsi sastra di dalam cerpen tersebut adalah:
- Fungsi Rekreatif, yaitu fungsi cerpen yang dapat membuat pembaca merasa senang, gembira, dan terhibur.
- Fungsi Didaktif, yaitu fungsi cerpen yang dapat mendidik dan mengarahkan pembaca melalui nilai-nilai kebenaran di dalam cerpen.
- Fungsi Estetis, yaitu fungsi cerpen yang memberikan keindahan kepada pembacanya.
- Fungsi Moralitas, yaitu fungsi cerpen yang memberikan nilai moral sehingga pembaca mengerti moral yang baik dan tidak baik untuk dirinya.
- Fungsi Religiusitas, yaitu fungsi cerpen yang mengandung ajaran agama dan menjadi teladan bagi pembacanya.
Contoh Lengkap Cerpen Pendidikan "Pertanyaan Misterius Ayah"
Hari ini ayah tidak berangkat kerja,
dan Dani libur sekolah. Dani yang sedang mengerjakan prnya melihat
ayahnya sedang sibuk memperbaiki sepeda motornya.
Lantas Dani mendekati ayahnya, "Ada yang bisa Dani bantu yah?",tanyanya polos.
"Boleh-boleh", jawab ayah.
Ayah banyak bercerita tentang sepeda motor pada Dani, Dani pun menikmatinya.
"Kalau sudah besar nanti kamu mau jadi apa?", tanya ayah padanya.
"Aku ingin jadi pembalap yah, seperti Rossi", jawab Dani spontan.
"Oh ya?, hebat kamu. Tapi pembalap harus tahu bagian yang terpenting dari motor, kamu tahu?", tanya ayah.
Dani pun berfikir, apa ya yang paling penting?.
Pada keesokan harinya saat lagi sarapan, Dani menjawab pertanyaan yang diajukan ayah kemarin. Bagian terpenting dari sepeda motor adalah roda, karena tanpa adanya roda motor tidak bisa berjalan.
Mendengar jawaban dari Dani ayah berkata "Pintarnya, tapi sayangnya bukan itu", jawab ayah.
Dani pun tidak menyerah, setiap hari ia selalu mencoba menjawabnya. Mungkin jawabannya adalah kunci, karena tanpa kunci, motor tidak bisa menyala.
Tapi ayah selalu berkata "Semakin hari semakin pintar ya, tapi jawabannya belum tepat".
Dani masih belum menyerah. Sampai selesai liburan pun, sesekali ayah menanyakan pertanyaan itu, dan setiap Dani menjawab, pasti ayah berkata "Kamu sangat pintar, tapi jawabannya kurang tepat, terus dicoba ya".
Karena terus seperti itu, lama-kelamaan Dani mulai bosan. Karena jawaban yang diberikannya belum tepat. Sampai saat ini, ayah tidak pernah mau memberikan jawaban yang sebenarnya. "Jangan kamu bosan jawabnya, karena ini pertanyaan sangat mudah, teruslah berusaha", kata ayah setiap kali Dani mengeluh.
Sesudah Dani lulus SMP, Dani melanjutkan ke SMK dan mengambil jurusan otomotif. Dani pun menanyakan pada gurunya, apa bagian terpenting dari sepeda motor. Jawaban gurunya adalah Accu, karena motor takkan bisa menyala tanpa Accu.
Dani yakin jawabannya kali ini pasti benar. Sepulang sekolah sambil menunggu dijemput ayah, ia menanyakan pada teman-temannya, apa yang paling penting dari sepeda motor. Bermacam-macam jawaban yang ia dapatkan dari mereka, mulai dari mesin, busi, rem, lampu, sampai besin dan oli.
Saat diperjalanan Dani menjawab pertanyaan ayah, semua jawabannya yang telah ia dapatkan diceritakan pada ayahnya, namun tetap saja jawaban dari ayah "coba lagi". Dani pun mulai berfikir ayah pasti mempermainkannya. Selama perjalanan ia tak berbicara sepatah katapun pada ayahnya.
Sampai disebuah lampu merah, mereka melihat seorang nenek bersama cucunya sedang mengemis. Ayah memberikan sejumlah uang sambil berkata "tolong berikan ini pada mereka, kita masih dibagi rezeki, kita harus saling berbagi". Dani pun memberikan uang itu ke pengemis tersebut. Hatinya pun tersentuh melihatnya.
Malam harinya, diruang tamu ayah menyuruh Dani duduk didekatnya. Ayahnya menasehati Dani supaya jadi anak yang baik dan suka menolong. Dani pun mendengarkan dengan cermat.
"Jadi kamu benar-benar ingin tahu jawaban dari pertanyaan ayah?", kata ayah secara tiba-tiba.
Dani pun bingung dan mengangguk, karena telah bosan dihantui pertanyaan misterius dari ayah
.
"Kamu tahu, diantara semua jawaban yang kamu berikan, memang tidak ada satupun yang salah, namun ayah ingin kamu belajar sesuatu dari pertanyaan ini. Kamu tahu, bagian terpenting dari sepeda motor adalah "sadel", jawab ayah.
Dani terkejut. "Apa alasannya yah?", tanyanya.
Ayah tersenyum dan berkata "Kau tahu kenapa?, karena dengan sadel, kita bisa membonceng dan berbagi kebahagiaan dengan siapa saja diatas sepeda motor kita. Seperti itu pula harusnya kita hidup, selalu berbagi ke sesama dan memberi selama kita masih diberi rezeki dan waktu untuk hidup di atas muka bumi ini".
Lantas Dani mendekati ayahnya, "Ada yang bisa Dani bantu yah?",tanyanya polos.
"Boleh-boleh", jawab ayah.
Ayah banyak bercerita tentang sepeda motor pada Dani, Dani pun menikmatinya.
"Kalau sudah besar nanti kamu mau jadi apa?", tanya ayah padanya.
"Aku ingin jadi pembalap yah, seperti Rossi", jawab Dani spontan.
"Oh ya?, hebat kamu. Tapi pembalap harus tahu bagian yang terpenting dari motor, kamu tahu?", tanya ayah.
Dani pun berfikir, apa ya yang paling penting?.
Pada keesokan harinya saat lagi sarapan, Dani menjawab pertanyaan yang diajukan ayah kemarin. Bagian terpenting dari sepeda motor adalah roda, karena tanpa adanya roda motor tidak bisa berjalan.
Mendengar jawaban dari Dani ayah berkata "Pintarnya, tapi sayangnya bukan itu", jawab ayah.
Dani pun tidak menyerah, setiap hari ia selalu mencoba menjawabnya. Mungkin jawabannya adalah kunci, karena tanpa kunci, motor tidak bisa menyala.
Tapi ayah selalu berkata "Semakin hari semakin pintar ya, tapi jawabannya belum tepat".
Dani masih belum menyerah. Sampai selesai liburan pun, sesekali ayah menanyakan pertanyaan itu, dan setiap Dani menjawab, pasti ayah berkata "Kamu sangat pintar, tapi jawabannya kurang tepat, terus dicoba ya".
Karena terus seperti itu, lama-kelamaan Dani mulai bosan. Karena jawaban yang diberikannya belum tepat. Sampai saat ini, ayah tidak pernah mau memberikan jawaban yang sebenarnya. "Jangan kamu bosan jawabnya, karena ini pertanyaan sangat mudah, teruslah berusaha", kata ayah setiap kali Dani mengeluh.
Sesudah Dani lulus SMP, Dani melanjutkan ke SMK dan mengambil jurusan otomotif. Dani pun menanyakan pada gurunya, apa bagian terpenting dari sepeda motor. Jawaban gurunya adalah Accu, karena motor takkan bisa menyala tanpa Accu.
Dani yakin jawabannya kali ini pasti benar. Sepulang sekolah sambil menunggu dijemput ayah, ia menanyakan pada teman-temannya, apa yang paling penting dari sepeda motor. Bermacam-macam jawaban yang ia dapatkan dari mereka, mulai dari mesin, busi, rem, lampu, sampai besin dan oli.
Saat diperjalanan Dani menjawab pertanyaan ayah, semua jawabannya yang telah ia dapatkan diceritakan pada ayahnya, namun tetap saja jawaban dari ayah "coba lagi". Dani pun mulai berfikir ayah pasti mempermainkannya. Selama perjalanan ia tak berbicara sepatah katapun pada ayahnya.
Sampai disebuah lampu merah, mereka melihat seorang nenek bersama cucunya sedang mengemis. Ayah memberikan sejumlah uang sambil berkata "tolong berikan ini pada mereka, kita masih dibagi rezeki, kita harus saling berbagi". Dani pun memberikan uang itu ke pengemis tersebut. Hatinya pun tersentuh melihatnya.
Malam harinya, diruang tamu ayah menyuruh Dani duduk didekatnya. Ayahnya menasehati Dani supaya jadi anak yang baik dan suka menolong. Dani pun mendengarkan dengan cermat.
Dani pun bingung dan mengangguk, karena telah bosan dihantui pertanyaan misterius dari ayah
.
"Kamu tahu, diantara semua jawaban yang kamu berikan, memang tidak ada satupun yang salah, namun ayah ingin kamu belajar sesuatu dari pertanyaan ini. Kamu tahu, bagian terpenting dari sepeda motor adalah "sadel", jawab ayah.
Dani terkejut. "Apa alasannya yah?", tanyanya.
Ayah tersenyum dan berkata "Kau tahu kenapa?, karena dengan sadel, kita bisa membonceng dan berbagi kebahagiaan dengan siapa saja diatas sepeda motor kita. Seperti itu pula harusnya kita hidup, selalu berbagi ke sesama dan memberi selama kita masih diberi rezeki dan waktu untuk hidup di atas muka bumi ini".
Contoh Cerpen Pendidikan Moral "Seseorang yang Memperjuangkan Cita-Citanya"
Ari berusia 17 tahun, ia berasal dari keluarga sederhana. Ia ingin
mewujudkan cita-citanya dengan harapan ia mampu membuat kedua
orangtua-nya bangga kepadanya.
Ari lulus SLTA diusianya menginjak 16 tahun. Keinginannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi harus tertunda lantaran ia tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikannya. Demi mewujudkan harapannya ia rela malang melintang memperjuangkan cita-citanya tersebut.
Dengan kondisi keluarga yang pas-pasan, sulit bagi Ari untuk meminta orangtua-nya untuk membiayai pendidikannya di perguruan tinggi. Satu-satunya cara agar tetap bisa melanjutkan pendidikanya adalah dengan mencari biayanya sendiri.
Diusianya yang masih muda dan belum memiliki pengalaman kerja, tentunya sulit bagi Ari untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Namun, tidak membuat Ari patah arang. Ia terus berusaha memperjuangkan keinginannya.
Ia sadar bahwa pendidikan sangat penting. Ia terus berusaha untuk mencari pekerjaan dengan kondisinya yang kurang mendukung. Sudah berbulan-bulan mencari pekerjaan, namun belum menuai hasil. Namun ia tetap gigih dalam mendapatkan pekerjaan.
Sudah hampir memasuki satu tahun ia mencari kerja, ternyata ia belum mendapatkannya. Namun, ia adalah sosok remaja yang tangguh dan tidak kenal lelah. Terus berusahan dan mencari peluang. Setiap berita yang dia dapat langsung dimanfaatkan. Meski hasil yang didapat belum sesuai harapan, namun ia tetap berusaha.
Kegigihan Ari selama hampir setahun mencari pekerjaan akhirnya terbayar sudah. Ia lantas mendapatkan telepon dari sebuah perusahaan dimana tiga hari sebelumnya ia memasukkan lamaran. Informasi loker itu ia dapat dari koran. Pekerjaan yang selama ini ia nantikan akhirnya selangkah lagi ia dapatkan.
Ari mendapatkan panggilan interview. Ia diwawancarai oleh ka. Personalia tempat dimana ia memasukkan lamarannya. Hampir 30 menit sesi tanya jawab dengan kepala personalia tersebut.
Walaupun ia belum memiliki pengalaman kerja, namun Ari tetap bisa menjawab dengan baik setiap pertanyaan yang diajukan oleh kabag personalia tersebut. 30 menit kemudian Ari keluar dari ruangan interview dan beranjak pulang.
Besoknya, kambar gembira pun datang. Ia mendapat kabar, bahwa ia diterima di perusahaan tersebut. Ari pun langsung diperintahkan masuk kerja pada keesokan harinya setelah mendapat konfirmasi diterima sebagai karyawan baru diperusahaan tersebut.
Sebulan ia bekerja bertepatan dengan pendaftaran mahasiswa baru. Ia pun mendaftarkan diri ke sebuah kampus swasta dan mengambil kelas malam karena siangnya ia pergi bekerja. Akhirnya ia pun berhasil merealisasikan cita-citanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Ari lulus SLTA diusianya menginjak 16 tahun. Keinginannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi harus tertunda lantaran ia tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikannya. Demi mewujudkan harapannya ia rela malang melintang memperjuangkan cita-citanya tersebut.
Dengan kondisi keluarga yang pas-pasan, sulit bagi Ari untuk meminta orangtua-nya untuk membiayai pendidikannya di perguruan tinggi. Satu-satunya cara agar tetap bisa melanjutkan pendidikanya adalah dengan mencari biayanya sendiri.
Diusianya yang masih muda dan belum memiliki pengalaman kerja, tentunya sulit bagi Ari untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Namun, tidak membuat Ari patah arang. Ia terus berusaha memperjuangkan keinginannya.
Ia sadar bahwa pendidikan sangat penting. Ia terus berusaha untuk mencari pekerjaan dengan kondisinya yang kurang mendukung. Sudah berbulan-bulan mencari pekerjaan, namun belum menuai hasil. Namun ia tetap gigih dalam mendapatkan pekerjaan.
Sudah hampir memasuki satu tahun ia mencari kerja, ternyata ia belum mendapatkannya. Namun, ia adalah sosok remaja yang tangguh dan tidak kenal lelah. Terus berusahan dan mencari peluang. Setiap berita yang dia dapat langsung dimanfaatkan. Meski hasil yang didapat belum sesuai harapan, namun ia tetap berusaha.
Kegigihan Ari selama hampir setahun mencari pekerjaan akhirnya terbayar sudah. Ia lantas mendapatkan telepon dari sebuah perusahaan dimana tiga hari sebelumnya ia memasukkan lamaran. Informasi loker itu ia dapat dari koran. Pekerjaan yang selama ini ia nantikan akhirnya selangkah lagi ia dapatkan.
Ari mendapatkan panggilan interview. Ia diwawancarai oleh ka. Personalia tempat dimana ia memasukkan lamarannya. Hampir 30 menit sesi tanya jawab dengan kepala personalia tersebut.
Walaupun ia belum memiliki pengalaman kerja, namun Ari tetap bisa menjawab dengan baik setiap pertanyaan yang diajukan oleh kabag personalia tersebut. 30 menit kemudian Ari keluar dari ruangan interview dan beranjak pulang.
Besoknya, kambar gembira pun datang. Ia mendapat kabar, bahwa ia diterima di perusahaan tersebut. Ari pun langsung diperintahkan masuk kerja pada keesokan harinya setelah mendapat konfirmasi diterima sebagai karyawan baru diperusahaan tersebut.
Sebulan ia bekerja bertepatan dengan pendaftaran mahasiswa baru. Ia pun mendaftarkan diri ke sebuah kampus swasta dan mengambil kelas malam karena siangnya ia pergi bekerja. Akhirnya ia pun berhasil merealisasikan cita-citanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Contoh Cerpen Singkat Pendidikan "Ketika Adzan Subuh"
Ketika Adzan Subuh berkumandang di sekeliling rumah kecil di pinggiran
desa, aku pun terbangun dengan mata yang masih mengantuk. Kusegerakan
saja untuk mengambil air wudhu untuk mendirikan sholat.
Dengan sunyi pagi buta itu, aku merasakan suasana sepi yang terjadi setiap harinya. Ya, aku adalah anak yatim piatu yang tinggal di rumah kecil ini bersama dengan adik kecilku, kami selalu mencoba mencari pekerjaan dimana-mana seperti menjadi pembantu rumah tangga, mengamen atau menjadi tukang cuci baju ketika tetangga-tetangga ku meminta tolong.
Hembusan angin dingin yang melewatiku menyentuh kulitku, tak kusadari adik kecilkan bernama Bintang terbangun "Kak, bintang pusing, bintang gak sholat ya?" ucapnya sambil mengucel matanya.
Aku tersenyum tipis "Bintang, kita tidak punya siapa-siapa lagi, kita harus melaksanakan kewajiban kita harus tetap sholat dalam keadaan apapun karna hidup cuma sementara", ucapku sambil membelai rambutnya.
Dengan sunyi pagi buta itu, aku merasakan suasana sepi yang terjadi setiap harinya. Ya, aku adalah anak yatim piatu yang tinggal di rumah kecil ini bersama dengan adik kecilku, kami selalu mencoba mencari pekerjaan dimana-mana seperti menjadi pembantu rumah tangga, mengamen atau menjadi tukang cuci baju ketika tetangga-tetangga ku meminta tolong.
Hembusan angin dingin yang melewatiku menyentuh kulitku, tak kusadari adik kecilkan bernama Bintang terbangun "Kak, bintang pusing, bintang gak sholat ya?" ucapnya sambil mengucel matanya.
Aku tersenyum tipis "Bintang, kita tidak punya siapa-siapa lagi, kita harus melaksanakan kewajiban kita harus tetap sholat dalam keadaan apapun karna hidup cuma sementara", ucapku sambil membelai rambutnya.
Contoh Cerpen Pendidikan Menuntut Ilmu Itu Nggak Penting
“Bangun! Berangkat sekolah!”
Rutinitas menuntut ilmu lima hari dalam sepekan, empat minggu dalam sebulan, sebelas bulan dalam setahun, dua belas tahun dalam hidup. Bangun selagi gelap, pergi menjelang terang, pulang hampir gelap. Waktu habis dimakan di bangku sekolah, padahal bangku sekolah kalah dimakan kreativitas penumpangnya —dengan Tip-X ataupun bolpen— yang kemudian dimakan lagi oleh rayap yang kelaparan. Lalu, manusia yang haus ilmu mesti mengkonsumsi apa?
“Haus dan lapar itu berbeda, nak.”
Tapi, bukankah sama-sama mengenyangkan? Yang terlalu banyak minum menjadi kembung dan yang kebayakan ‘minum’ akan mabuk, teler. Belum pernah mengalami sendiri, ini pengetahuan didapat dari tontonan malam hari di teve ruang tamu, yang di-setel bapak, ceritanya mau nyari filem eksien.
Ibu, sungguh besar jasamu. “Kau mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh, dan merawat, lalu membesarkan putra-putrimu, Ibu.” Menggubrak-gubrak pintu kamar dan kasurku, yang padahal baru seminggu diganti engselnya, baru dibenahi siku ranjangnya oleh reparator tanpa tanda terima—Bapak. Demi apa ia berlaku demikian?
Ilmu? Mana yang murni dan asli melakukannya untuk ilmu? Paling-paling demi cita-citanya supaya si anak jadi polisi, jadi dokter, jadi tentara, jadi guru, atau jadi apapun yang penting tidak jadi-jadian. Pamrih.
Bukannya tidak boleh, hanya saja sedikit keberatan. Tapi katanya, jangan setengah-setengah, jadinya memang keberatan, keberatan atas sesuatu yang katanya ringan. Lho, manusia memiliki kemampuan masing-masing, apa iya njiplek sama? Kiranya ringan, sedang untuk yang lain belum tentu pula.
Berangkat naik angkot, ongkosnya dua ribu untuk yang ‘mini’, lha yang bongsor, apalagi sekolah menengah atas, sopirnya diberi tiga ribu protes, “Kurang, Mbak!” Dikasih empat ribu bilang, “Pas, Mas.” Disodorin lima ribu malah nggak ngomong. Takut keceplosan, khilaf dari kekhilafan. “Seribu ‘kan lumayan. Coba kalau dikali lima puluh.”
Nah, itu salah satu cita-cita mulia dari bersekolah: biar nggak korupsi! Sopir angkutan kota saja sudah beraksi menciduk dengan takaran berlebih, bagaimana dengan pekerja yang tingkatnya lebih tinggi, seperti sopir bus, sopir, truk, sopir kereta, sopir kapal, dan sopir kapal terbang.
“Namanya bukan sopir! Kereta dikemudi masinis, kapal dikemudi nahkoda, terus itu bukan kapal terbang, tetapi pesawat namanya, yang mengemudikan itu pilot.” Geger bocah lima tahunan yang kebetulan mendengar protes kami mengenai sopir angkot tadi kok bocah lebih pinter?
“Kan disekolahkan, Mbak.”
Oh … sekolah itu untuk mengetahui nama-nama sopir, toh. Katanya untuk menuntut ilmu? Lho, ilmu kok dituntut, tuntut itu sopir angkot yang korupsi ‘kecil-kecilan’. Terserah mau dikasih hukuman berapa tahun penjara, yang penting ngasih efek jera juga ke sopir-sopir yang lain —termasuk itu yang disebut masinis, nahkoda, dan pilot. Lha untuk korupsi besar-besaran?
“Kan besar-besaran, bukan besar beneran.”
Lha emang hubungannya apa?
“Lihat itu pasar-pasarannya bocah yang ngasih tau nama-nama sopir kendaraan, pasar-pasaran kan mainan, bukan pasar beneran. Apalagi kalau mainan tembak-tembakan, apa iya mereka nembak beneran?”
Nah, justru karena ‘besar-besaran’ itu yang membuat mereka, para pelaku korupsi besar-besaran, merasa aman. Wong cuma korupsi besar mainan, bukan korupsi besar beneran. Berarti uangnya mainan juga dong? Kok mau sih ngorupsi uang mainan? Seperti bocah ‘nama sopir’ tadi, biarpun tahu nama-nama sopir dari sekolah, pasti hobinya masih mainan mulu.
Begitu? Uang orang kok dimakan sendiri, rayap aja makan bangku (sekolah), bukan uang, apalagi uang mainan, terlebih uang orang. “Gantung saya di Monas jika saya korupsi satu rupiah saja!”
Abad millennium, abad dua puluh satu, masih adakah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tertera Rp 1 di lembar atau koinnya? Kolektor, tolong dibantu, itu yang korupsi dengan nazar ‘gantung saya di Monas jika saya korupsi satu rupiah saja’ tidak menukarkan uang miliaran dengan pecahan satu rupiah milik kalian, bukan?
Sekolah di tiga perguruan tinggi bergengsi saja belum tentu ‘lurus’ jalannya. Pagi hari wangi melati bergaya siap menuntut ilmu, siangnya nongkrong di kantin, sore hari ke organisasi, malamnya di angkringan dengan wedang jahe. Memang sih duduk di bangku kelas, tapi karena ilmunya dituntut, jadi nggosro, padahal mestinya yang ikhlas supaya barokah.
Nah kan, menuntut ilmu itu tidak baik. Selain menjadikan diri tersesat karena sering mampir, tidak barokah karena digosro-gosro, jatah jajan yang ‘cuma’ seribu kena korupsi sopir, dan jengkel menyaksikan orang ‘pinter’ kesasar karena slogan ‘gantung saya di Monas jika saya korupsi satu rupiah saja’, janganlah menuntut ilmu. Dia salah apa? Daripada menuntut ilmu yang tidak bersalah, mendingan berangkat ke sekolah, berangkat ke madrasah. Untuk menuntut ilmu?
Tidak! Untuk menuntut sopir angkot yang korupsi ‘kecil-kecilan’. Menuntut ilmu itu nggak penting! Lagian, langka kali yang tholabul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimina wal muslimat. Siapa yang berani ngaku? Banyak.
Yang berani membuktikan?
Hida
4 Oktober 2017
Cerpen Karangan: Hida Munawaroh
Rutinitas menuntut ilmu lima hari dalam sepekan, empat minggu dalam sebulan, sebelas bulan dalam setahun, dua belas tahun dalam hidup. Bangun selagi gelap, pergi menjelang terang, pulang hampir gelap. Waktu habis dimakan di bangku sekolah, padahal bangku sekolah kalah dimakan kreativitas penumpangnya —dengan Tip-X ataupun bolpen— yang kemudian dimakan lagi oleh rayap yang kelaparan. Lalu, manusia yang haus ilmu mesti mengkonsumsi apa?
“Haus dan lapar itu berbeda, nak.”
Tapi, bukankah sama-sama mengenyangkan? Yang terlalu banyak minum menjadi kembung dan yang kebayakan ‘minum’ akan mabuk, teler. Belum pernah mengalami sendiri, ini pengetahuan didapat dari tontonan malam hari di teve ruang tamu, yang di-setel bapak, ceritanya mau nyari filem eksien.
Ibu, sungguh besar jasamu. “Kau mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh, dan merawat, lalu membesarkan putra-putrimu, Ibu.” Menggubrak-gubrak pintu kamar dan kasurku, yang padahal baru seminggu diganti engselnya, baru dibenahi siku ranjangnya oleh reparator tanpa tanda terima—Bapak. Demi apa ia berlaku demikian?
Ilmu? Mana yang murni dan asli melakukannya untuk ilmu? Paling-paling demi cita-citanya supaya si anak jadi polisi, jadi dokter, jadi tentara, jadi guru, atau jadi apapun yang penting tidak jadi-jadian. Pamrih.
Bukannya tidak boleh, hanya saja sedikit keberatan. Tapi katanya, jangan setengah-setengah, jadinya memang keberatan, keberatan atas sesuatu yang katanya ringan. Lho, manusia memiliki kemampuan masing-masing, apa iya njiplek sama? Kiranya ringan, sedang untuk yang lain belum tentu pula.
Berangkat naik angkot, ongkosnya dua ribu untuk yang ‘mini’, lha yang bongsor, apalagi sekolah menengah atas, sopirnya diberi tiga ribu protes, “Kurang, Mbak!” Dikasih empat ribu bilang, “Pas, Mas.” Disodorin lima ribu malah nggak ngomong. Takut keceplosan, khilaf dari kekhilafan. “Seribu ‘kan lumayan. Coba kalau dikali lima puluh.”
Nah, itu salah satu cita-cita mulia dari bersekolah: biar nggak korupsi! Sopir angkutan kota saja sudah beraksi menciduk dengan takaran berlebih, bagaimana dengan pekerja yang tingkatnya lebih tinggi, seperti sopir bus, sopir, truk, sopir kereta, sopir kapal, dan sopir kapal terbang.
“Namanya bukan sopir! Kereta dikemudi masinis, kapal dikemudi nahkoda, terus itu bukan kapal terbang, tetapi pesawat namanya, yang mengemudikan itu pilot.” Geger bocah lima tahunan yang kebetulan mendengar protes kami mengenai sopir angkot tadi kok bocah lebih pinter?
“Kan disekolahkan, Mbak.”
Oh … sekolah itu untuk mengetahui nama-nama sopir, toh. Katanya untuk menuntut ilmu? Lho, ilmu kok dituntut, tuntut itu sopir angkot yang korupsi ‘kecil-kecilan’. Terserah mau dikasih hukuman berapa tahun penjara, yang penting ngasih efek jera juga ke sopir-sopir yang lain —termasuk itu yang disebut masinis, nahkoda, dan pilot. Lha untuk korupsi besar-besaran?
“Kan besar-besaran, bukan besar beneran.”
Lha emang hubungannya apa?
“Lihat itu pasar-pasarannya bocah yang ngasih tau nama-nama sopir kendaraan, pasar-pasaran kan mainan, bukan pasar beneran. Apalagi kalau mainan tembak-tembakan, apa iya mereka nembak beneran?”
Nah, justru karena ‘besar-besaran’ itu yang membuat mereka, para pelaku korupsi besar-besaran, merasa aman. Wong cuma korupsi besar mainan, bukan korupsi besar beneran. Berarti uangnya mainan juga dong? Kok mau sih ngorupsi uang mainan? Seperti bocah ‘nama sopir’ tadi, biarpun tahu nama-nama sopir dari sekolah, pasti hobinya masih mainan mulu.
Begitu? Uang orang kok dimakan sendiri, rayap aja makan bangku (sekolah), bukan uang, apalagi uang mainan, terlebih uang orang. “Gantung saya di Monas jika saya korupsi satu rupiah saja!”
Abad millennium, abad dua puluh satu, masih adakah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tertera Rp 1 di lembar atau koinnya? Kolektor, tolong dibantu, itu yang korupsi dengan nazar ‘gantung saya di Monas jika saya korupsi satu rupiah saja’ tidak menukarkan uang miliaran dengan pecahan satu rupiah milik kalian, bukan?
Sekolah di tiga perguruan tinggi bergengsi saja belum tentu ‘lurus’ jalannya. Pagi hari wangi melati bergaya siap menuntut ilmu, siangnya nongkrong di kantin, sore hari ke organisasi, malamnya di angkringan dengan wedang jahe. Memang sih duduk di bangku kelas, tapi karena ilmunya dituntut, jadi nggosro, padahal mestinya yang ikhlas supaya barokah.
Nah kan, menuntut ilmu itu tidak baik. Selain menjadikan diri tersesat karena sering mampir, tidak barokah karena digosro-gosro, jatah jajan yang ‘cuma’ seribu kena korupsi sopir, dan jengkel menyaksikan orang ‘pinter’ kesasar karena slogan ‘gantung saya di Monas jika saya korupsi satu rupiah saja’, janganlah menuntut ilmu. Dia salah apa? Daripada menuntut ilmu yang tidak bersalah, mendingan berangkat ke sekolah, berangkat ke madrasah. Untuk menuntut ilmu?
Tidak! Untuk menuntut sopir angkot yang korupsi ‘kecil-kecilan’. Menuntut ilmu itu nggak penting! Lagian, langka kali yang tholabul ‘ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimina wal muslimat. Siapa yang berani ngaku? Banyak.
Yang berani membuktikan?
Hida
4 Oktober 2017
Cerpen Karangan: Hida Munawaroh
Contoh Cerpen Pendidikan Ujian Nasional
“jangan ulangi lagi!!” ini sudah ke-20 kalinya aku dihukum karena
tidur di kelas saat pelajaran. entah ada apa dengan mataku yang selalu
mengantuk di setiap pelajaran guru bahasaku.
Aku mengucek mataku perlahan, menguap sebentar lalu mulai membersihkan ruang kelas yang kotor, ini bukan jadwal piketku, tapi ini hukuman dari bu yati karena aku ketiduran di kelas. merepotkan!
“kamu gak pulang Li?”
Aku menoleh ke arah Ria temanku, menggeleng pelan kemudian melanjutkan kegiatanku tadi.
“habis kamu aneh banget sih, tidur di pelajaran bu yati. kena deh!” ujar Ria tertawa pelan.
Aku cemberut mendengarnya kemudian meletakan sapu dengan kasar.
“lho? kok selesai sih? ini masih kotor lho.” kata Ria menunjuk beberapa sampah di sekitarnya.
“maaf ya Ri, aku cape mau pulang.” pamitku kesal seraya menenteng tas biruku.
“ih Ili kamu mah gak asik!”
“Illyana!”
Aku maju ke depan sambil tersenyum puas melihat hasil ujianku. 96++!! akhirnya setelah kejadian dua hari yang lalu aku mulai berdamai dengan bu yati, itu semua pun tidak luput dari teguran mama serta Ria tentunya!
“aku bilang apa Li? kamu harus cintai pelajarannya, otomatis gurunya pasti kamu sukain deh!” ujar Ria bangga.
“aku gak suka sama bu yati, ini tuh aku belajar karena sebentar lagi kita UN tau.” kilahku tersenyum malu.
Aku tau di balik penampilannya yang urakan, Ria itu sebenarnya baik, hanya saja ia tutupi karena tak mau jadi pusat perhatian. berbeda denganku yang selalu melanggar peraturan agar menjadi pusat perhatian.
“ssttt… Jangan bengong Li, bu yati lagi ngajar tuh!” teguran Ria kembali menyadarkanku, sudah kubilang bukan? gadis itu sebenarnya baik, hanya saja ia menutupinya.
Mulai sekarang aku akan berjanji agar menjadi lebih baik dan fokus dengan ujian nasional yang sudah di depan mata.
Cerpen Karangan: Irma Apriliyanti Panjaitan
Aku mengucek mataku perlahan, menguap sebentar lalu mulai membersihkan ruang kelas yang kotor, ini bukan jadwal piketku, tapi ini hukuman dari bu yati karena aku ketiduran di kelas. merepotkan!
“kamu gak pulang Li?”
Aku menoleh ke arah Ria temanku, menggeleng pelan kemudian melanjutkan kegiatanku tadi.
“habis kamu aneh banget sih, tidur di pelajaran bu yati. kena deh!” ujar Ria tertawa pelan.
Aku cemberut mendengarnya kemudian meletakan sapu dengan kasar.
“lho? kok selesai sih? ini masih kotor lho.” kata Ria menunjuk beberapa sampah di sekitarnya.
“maaf ya Ri, aku cape mau pulang.” pamitku kesal seraya menenteng tas biruku.
“ih Ili kamu mah gak asik!”
“Illyana!”
Aku maju ke depan sambil tersenyum puas melihat hasil ujianku. 96++!! akhirnya setelah kejadian dua hari yang lalu aku mulai berdamai dengan bu yati, itu semua pun tidak luput dari teguran mama serta Ria tentunya!
“aku bilang apa Li? kamu harus cintai pelajarannya, otomatis gurunya pasti kamu sukain deh!” ujar Ria bangga.
“aku gak suka sama bu yati, ini tuh aku belajar karena sebentar lagi kita UN tau.” kilahku tersenyum malu.
Aku tau di balik penampilannya yang urakan, Ria itu sebenarnya baik, hanya saja ia tutupi karena tak mau jadi pusat perhatian. berbeda denganku yang selalu melanggar peraturan agar menjadi pusat perhatian.
“ssttt… Jangan bengong Li, bu yati lagi ngajar tuh!” teguran Ria kembali menyadarkanku, sudah kubilang bukan? gadis itu sebenarnya baik, hanya saja ia menutupinya.
Mulai sekarang aku akan berjanji agar menjadi lebih baik dan fokus dengan ujian nasional yang sudah di depan mata.
Cerpen Karangan: Irma Apriliyanti Panjaitan
Demikianlah artikel hari ini tentang Contoh Cerpen Pendidikan Membangun Karakter Anak Bangsa. Semoga bermanfaat bagi Anda. Untuk membantu blog ini agar berkembang, kami mohon untuk share dan komentar ya. Sekian dan terimakasih.
Penelusuran yang terkait dengan cerpen adalah
- cerpen adalah brainly
- cerpen adalah cerita pendek yang menceritakan
- fungsi cerpen adalah
- cerpen adalah dan contohnya brainly
- jenis-jenis cerpen
- isi cerpen adalah
- pengertian cerpen menurut para ahli
- kaidah kebahasaan cerpen
Post a Comment